Selasa, 03 Juni 2014

Wisata Religi - Makam Ki Ronggo

   
   Di Surabaya kita bisa menemukan sebuah tempat wisata religi yakni makan Sunan Ampel di daerah Ampel yang ramai dikunjungi wisatawan. Bondowoso pun memiliki sebuah lokasi wisata religi yang terletak tidak jauh dari pusat kota Bondowoso yang hanya berjarak +/- 2-3 km arah Utara Alun-alun Kota, tepatnya di kawasan Sekarputih  di tanah yang agak tinggi., Makam ki Ronggo.


  Ki ronggo merupakan pendiri dari Kota Bondowoso yang wafat pada tanggal 11 Desember 1854 dan dikebumikan di atas bukit kecil di Kelurahan Sekarputih Kecamatan Tegalampel, yang kemudian menjadi Pemakaman keluarga Ki Ronggo Bondowoso.

  Akses ke pintu masuk kawasan makam ini melalui daerah Perumahan Sekarputih  Indah. Seperti Komplek makam Raja atau penguasa daerah pada umumnya, komplek makam ini juga dijaga oleh Juru kunci Makam. Konon di dekat anak tangga pertama menuju makam ada sumur tua yang diyakini bisa untuk teraphy penyembuhan berbagai macam penyakit.


Makanan Khas Bondowoso


Awal mendengar kata 'Bondowoso', pasti yang terlintas dipikiran kita adalah 'TAPE'....  Yuppz..makanan khas kota Bondowoso yang tebuat dari ketelah pohon yang telah difregmentasi ini memiliki cita rasa yang khas, rasa manis yang didapat dari tape ini bukan berasal dari pemanis buatan, tetapi ini asli.
     Keistimewaan Tape Bondowoso yang manis, keset dan tahan lama ini sudah terkenal di seluruh Indonesia, khususnya di pulau Jawa. Makanan yang biasanya dikemas dalam 'besek' (anyaman dari bambu yang berbentuk kotak) ini sangat cocok dipakai sebaga oleh-oleh. Selain tape original (tape besek), hasil olahan tape sangat beragam seperti suwar-suwir, tape bakar, dodol tape, prol tape hingga brownis tape yang mungkin belum pernah pembaca coba. 

        Terdapat beberapa toko penjual tape yang sangat dikenal dengan produk-produknya dan mulai tersebar di beberapa kota seperti Tape 82, Tape 31, AGAPE. Tetapi pembaca harus berhati-hati dan jeli jika membeli tape diluar kota Bondowoso yang memberikan lebel Tape Asli Bondowoso pada produknya, karena jika tidak makan anda akan mendapati tape bajakan alias tape oplosan. Anda dapat memperoleh produk olahan tape ini di kawasan pertokoan Jl. PB. Sudirman atau yang lebih di kenal Pecinan, Jl. Teuku Umar dan Jl. Veteran Bondowoso dengan harga sangat variatif dan terjangkau serta kualitas rasa yang sangat menggugah selera konsumen.  

Senin, 02 Juni 2014

Bendi Tour



  "Pada hari minggu ku turut ayah ke kota, naek delman istimewa ku duduk dimuka....". Yuuppz mungkin pengalaman yang diceritakan dalam lirik merupakan lagu anak-anak ini sulit  untuk anda temui di kota-kota besar. Tapi tidak di Bondowoso, jika Anda ingin berkeliling pusat kota Bondowoso dengan suasana yang berbeda, anda harus mencoba alternatif alat transportasi yang satu ini. Bendi wisata atau yang lebih dikenal dengan delman atau andong (Jawa) dan dokar (Bondowoso), ya...Tour Bendi ini akan memberikan pengalaman yang berbeda dalam menjelajahi keindahan pusat kota Bondowoso.

  Bendi atau delman adalah salah satu kendaraan tradisional di Bondowoso yang memiliki bentuk unik. Pengemudi Bendi disebut “Kusir” (kusir). Bendi memiliki dua roda kayu dan dirancang dengan gaya Jawa. Anda akan menemukan sederet bendi-bendi cantik yang berjajar tepat disisi jalan di Alun-alun Bondowoso (Bondowoso Town Square). Kapasitas dari tiap bendi adalah untuk 3 orang dengan tarif yag cukup murah, anda cukup membayar Rp. 5000 saja, maka sang kusir beserta kuda cantiknya akan mengantarkan anda berkeliling kota. 

Bondowoso Tempo Doeloe & Sekarang

Inilah perbedaan kota Bondowoso dulu dan Sekarang......
Alun-ALun Bondowoso Doeloe





Alun-alun Bondowoso Sekarang




 
Stasiun Bondowoso Doeloe

Stasiun Bondowoso Sekarang

Peninggalan Sejarah Dari Jaman Purbakala

   Selain keindahan serta potensi objek wisata, Bondowoso juga menyimpan sejumlah situs purbakala yang bersejarah. Benda purbakala atau situs Megalitikum yang berada di hampir semua kecamatan ini merupakan benda peninggalan jaman purba kurang lebih 1000 tahun lalu.


 

   Salah satu benda tersebut adalah Sarkofagus. Sarkofagus merupakan bagian dari Situs Megalitik. Ia juga dikenal sebagai "Keranda" yang terbuat dari batu atau jenis wadah lainnya, tetapi memiliki tutup atau penutup juga. Tetap dari periode megalitik ditemukan di pusat kota, di lereng Bukit Besar. Ada batu sarkofagus, patung batu dan kursi batu.

   Fungsinya adalah sama dengan kuburan batu / dolmen. Hal ini muncul di beberapa desa, misalnya, satu ditemukan di desa Glinseran, Wringin kabupaten, sekitar 19 km sebelah barat kota Bondowoso. Jarak antara Bondowoso Wringin adalah sekitar 17 km dan dapat dicapai dengan transportasi umum.



   Ada beberapa benda bersejarah lagi yang tersebar di beberapa tempat misalnya situs Glingseran , Situs Megalith “Menhir”(Desa Wringin, Kecamatan Pakem), situs Pekauman (Kecamatan Grujugan) dan situs Dawuhan Suco Lor (Kecamatan Maesan) 


Pakaian Khas Bondowoso


   Bondowoso merupakan sebuah kabupaten kecil yang terletak di sebelah timur dari arah kota Surabaya, tepatnya berada pada deretan kota-kota pesisir timur jawa yang bernama daerah Tapal Kuda yang mayoritas penduduknya berasal dari etnis Madura. Tapal kuda terdiri dari beberapa daerah seperti Probolinggo, Besuki, Situbondo dan Bondowoso. Oleh karena itu, penduduk kabupaten Bondowoso terdiri dari etnis Jawa dan Madura atau nama kerennya JAWARA alias Jawa Madura. Perpaduan kultur inilah yang mengilhami terciptanya pakaian khas Kacong Jebbing dan pakaian khas pengantin Bondowoso "Ronggo Sukmo". 

   Pakain khas Bondowoso ini merupakan perpaduan antara pakaian khas Madura dengan sentuhan Jawa. Hal ini dapat dilihat dari ikat kepala yang dipakai oleh si pria yang mirip seperti ikat kepala orang madura yang disebut "Odheng". Jika dilihat dari pakaian dalam berupa kaos bermotif garis menyamping warna hijau, mirip sekali dengan kaos bermotif garis merah yang biasa dipakai Pak Sakera dari Madura. Dipadukan dengan beskap (jas) yang menjadi ciri khas pakaian Jawa serta balutan kain batik khas Bondowoso yang menampilkan motif daun singkong yang mencerminkan daerah Bondowoso yang merupakan daerah penghasil singkong sebagai bahan dasar makanan khas Bondowoso "Tape".
    Begitu pula dengan pakaian yang dikenakan oleh si wanita, perpaduan kebaya khas Jawa yang tampak simpel namun tetap elegan dipadu dengan balutan kain batik bermotif singkong khas Bondowoso yang cantik. Pakaian ini juga terilhami dari kebudayaan Jawa dan Madura. Warna hijau dari kedua pakaian ini merupakan cerminan dari daerah Bondowoso yang asri akan tumbuhan hijaunya serta limpahan hasil buminya. 
   Pakaian ini biasanya digunakan oleh para Duta Wisata Bondowoso "Kacong Jebbing" di berbagai even.

 

   "Ronggo Sukmo" merupakan pakaian pengantin khas Bondowoso yang baru diresmikan beberapa tahun belakangan ini. Pakaian ini juga diilhami dari kebudayaan Jawa dan Madura namun tidak meninggalkan ciri khas Kabupaten Bondowoso yakni batik tulis motif singkong.

Sabtu, 17 Mei 2014

Sejarah Kota Bondowoso

   Berawal dari seorang anak yang bernama Raden Bagus Assra, ia adalah anak Demang Walikromo pada masa pemerintahan Panembahan di bawah Adikoro IV, menantu Tjakraningkat Bangkalan, sedangkan Demang Walikoromo tak lain adalah putra Adikoro IV. Tahun 1743 terjadilah pemberontakan Ke Lesap terhadap Pangeran Tjakraningrat karena dia diakui sebagai anak selir. pertempuran yang terjadi di desa Bulangan itu menewaskan Adikoro IV, Tahun 1750 pemberontakan dapat dipadamkan dengan tewasnya Ke Lesap. Terjadi pemulihan kekuasaan dengan diangkatnya anak Adikoro IV, yaitu RTA Tjokroningrat. Tak berapa lama terjadi perebutan kekuasaan dan pemerintahan dialihkan pada Tjokroningrat I anak Adikoro III yang bergelar Tumenggung Sepuh dengan R. Bilat sebagi patihnya.
    Khawatir dengan keselamatan Raden Bagus Assra, Nyi Sedabulangan membawa lari cucunya mengikuti eksodus besar-besaran eks pengikut Adikoro IV ke Besuki. Assra kecil ditemukan oleh Ki Patih Alus, Patih Wiropuro untuk kemudian di tampung serta dididik ilmu bela diri dan ilmu agama..Usia 17 tahun beliau diangkat sebagai Mentri Anom dengan nama Abhiseka Mas Astruno dan tahun 1789 ditugaskan memperluas wilayah kekuasaan Besuki ke arah selatan, sebelumnya beliau telah menikah dengan putri Bupati Probolinggo.
    Tahun 1794 dalam usaha memperluas wilayah beliau menemukan suatu wilayah yang sangat strategis untuk kemudian disebut Bondowoso dengan diangkatnya beliau sebagi Demang di daerah yang baru dengan nama Abhiseka Mas Ngabehi Astrotruno. Demikianlah dari hari ke hari Raden Bagus Assra berhasil mengembangkan Wilayah Kota Bondowoso dan tepat pada tanggal 17 Agustus 1819 atau hari selasa kliwon, 25 Syawal 1234 H. Adipati Besuki R. Aryo sebagai orang kuat yang memperoleh kepercayaan
Gubernur Hindia Belanda, dalam rangka memantapkan strategi politiknya menjadikan wilayah Bondowoso lepas dari Besuki, dengan status Keranggan Bondowoso dan mengangkat R. Bagus Assra atau Mas Ngabehi Astrotruno menjadi penguasa wilayah dan pimpinan agama, dengan gelar M. NG. Kertonegoro dan berpredikat Ronggo I, ditandai penyerahan Tombak Tunggul Wulung. .Masa Beliau memerintah adalah tahun 1819 – 1830 yang meliputi wilayah Bondowoso dan Jember.
Pada tahun 1854, tepatnya tanggal 11 Desember 1854 Kironggo wafat di Bondowoso dan dikebumikan di atas bukit kecil di Kelurahan Sekarputih Kecamatan Tegalampel, yang kemudian menjadi Pemakaman keluarga Ki Ronggo Bondowoso.